Cerpen Cinta Remaja: Tersimpan Dalam Hati Saja

Cerpen Cinta kali ini akan mengulas seputar kisah cinta anak remaja sekolah. Bisa kamu jadikan referensi pembuatan cerpen. Tentunya nanti akan bisa membuatmu yakin bahwa cerpen cinta bisa sangat menarik jika tahu cara menuliskannya.
---
Bunga yang telah dibelinya terpaksa harus dijatuhkannya begitu saja. Sudah sejak lama bunga indah kumpulan warna-warni mawar itu dipikirkannya. Melayang-layang dalam gugusan awan khayalan. Indah rasanya seperti kapas gulali yang cerah warnanya. Tak sampai lima menit ditujuannya berdiri di gerbang sekolah. Lapangan basket yang menjadi perhelatan malam pelepasan siswa SMA kelas 3 begitu meriah. Remang-remang ratusan cahaya lilin disuguhkan dan terhampar layaknya lautan kenangan. Dia sedikit terlambat. Toh, tidak ada yang menunggunya. Ya, yang dirasa telah menanti disana, nyatanya tidak juga.


Tepukan di pundak mengagetkannya, “Gantengnya kamu bram, tumben bisa rapi juga ya,” ungkap cyntia.

“Ah, tidak, biasa saja cyn. Kamu juga cantik sekali.” ungkapnya dengan nada kecewa.

“Yuk, masuk, nunggu apalagi, kamu bikin antrian saja, yang lain juga mau masuk tahu.” Cyntia menggaet lengan getir Bram. Mereka sesegera mungkin menuju lapangan basket.

Suara riuh penonton dan alunan musik begitu sahut menyahut. Band adik kelas begitu bersemangat menyanyikan lagu untuk melepas kepergian kakak-kakak senior mereka menapaki masa depan. Warna-warni gaun remaja anak sekolah yang berdandan kemenoran. Lucu. Tapi begitu haru dalam sedih yang syahdu. Lagu-lagu Sheila on 7, Nidji, dan Dewa dimainkan dengan apik. Rasanya benar-benar menyusuri lorong waktu tanpa henti. Terut kembali ke masa-masa dulu. Saat canda dan tawa menghiasi ruang-ruang kelas yang kelabu.

Rindu menghampiri Bram dan Cyntia. Bram merapikan jas hitamnya yang baru saja dibelinya. Khusus dipesannya sesuai ukuran tubuhnya yang tinggi dan kurus. Tidak terlalu kekar, namun Bram cukup gagah menggunakannya.

“Cie yang datang berdua.” senggol Rindu pada lengan Cyntia.

“Ah, tidak kok. Ketemu di depan gerbang tadi. Aku berangkat sendiri Ndu. Lah, kamu yang harusnya ku-cie-cie-in, ternyata kamu sama Angga kesininya. Tak kusangka.” cerocos Cyntia menutupi kepanikan dirinya. Rindu hanya senyum-senyum saja.

“Bram juga nih, katanya mau bawa sesuatu untukku, tapi tanganmu kok kosong melompong gitu?” kejar Rindu dengan tanya yang membuatnya sulit berpikir.

“Oh, ya, lupa, haha, maaf-maaf,” jawab Bram seadanya. Dirinya kelu ingin menjawab sebenarnya. Tapi ya, bunga itu telah jatuh di depan gerbang, rusak, dan terpaksa harus dibuang.

“Emang kamu bawa apa bram? Buat siapa?” kali ini Cyntia yang memburu tanya pada Bram.

“Oh, tidak, tidak, itu cuma rencana.” sekali lagi Bram menyembunyikan kenyataan.

Angga menghampiri mereka bertiga. Saling menyapa, dan senyum yang merekah diwajah dirinya dan Rindu. Cyntia mencium adanya gelagat aneh di mereka berdua. Keyakinannya muncul jika memang Angga dan Rindu telah berpacaran. Namun, keyakinannya sirna seketika, saat dirinya beranggapan jika mereka telah berpacaran, pastilah Rindu menceritakannya. Mereka sahabat baik sejak duduk di kelas satu SMA. Jadi, tidak mungkin Rindu menyembunyikan momen bahagia itu dari dirinya.

Alunan musik saling bergantian mengisi angkasa. Udara yang sedikit menusuk tulang. Ribuan bintang sangat elok terlihat dari bawah. Kerlip-kerlip layaknya permata berhamburan. Keramaian yang tidak ingin dilupakan. Bram sesekali memandangi angkasa, mereka masih mengbrol berempat, tentang masa-masa ujian nasional yang telah usai, kuliah yang akan menjadi masa depan. Bram cuma sesekali menimpali, lantas memandangi angkasa lagi.

Kaki ingin sekali pergi. Mungkin lepas dari sini. Tapi kemana? Bram ingin sekali menjauh, sebisa mungkin dan secepat mungkin. Akhirnya dirinya pergi berlalu dengan mantab menuju stand minuman yang telah disediakan panitia. Tanpa disadari, Cyntia mengikutinya berlalu. Angga dan Rindu pun berlalu. Mereka mendekati panggung, yang kini telah tampil band senior mereka yang telah lebih dulu lulus dan mengarungi dunia kuliah. Sebotol soft drink diambilnya. Cyntia mengambil segelas jus jeruk. Bram masih tak menyadari dirinya diikuti Cyntia. Lalu berlalu duduk di tepi lapangan, di dekat kelas, di kursi panjang tempat banyak kenangan bersama teman-teman dihabiskan 3 tahun ini. Sendiri.

“Kenapa sih kamu seperti menghindar Bram?” Cyntia sudah duduk disamping Bram. Lamunannya pun buyar. Bram cukup kaget kali ini. Tidak sekaget saat melihat Angga bersama Rindu.

“Kamu ngapain ngekor sih? Sana sama yang lain aja.” Bram mencoba mengusir Cyntia. Namun, Cyntia tidak bergeming.

Akhirnya mereka duduk berdua dalam alunan musik yang semakin syahdu. Dada Bram semakin sesak. Melihat Angga dan Rindu menikmati musik bersama di dekat panggung dari kejauhan. Berkali-kali helaan nafas panjang yang berat harus dilakukannya. Pikirannya semakin kalut.

Cyntia tetap tenang seperti biasa. Wajah cerianya sehari-hari membuat hal ini tampak canggung. Sebenarnya Cyntia ingin sekali menikmati malam perpisahan ini dengan hatinya yang gembira. Bukan seperti ini. Duduk dengan Bram lantaran dirinya pun semakin bingung, sahabat baiknya belum menceritakan apapun tentang dirinya dan Angga.

“Apa kamu tahu hubungan mereka berdua Cyn?” Bram memecah keheningan diantara dirinya dan Cyntia. Tatapan Cyntia menjadi dalam pada paras Bram yang lumayan eye catching itu. Bram memandang lurus-lurus saja. Pertanyaan itu seperti dendam yang muncul kepermukaan tiba-tiba.

“Entahlah, Rindu biasanya cerita sih. Tapi sudah seminggu ini dirinya memang sulit kuajak main. Entah pergi sama siapa. Karena kita sudah tidak sekolah, jadi kupikir dia pergi sama teman yang lain. Soal Angga, kamu tahu sendiri kan dia bintang sekolah. Jadi dia bisa dekat dengan perempuan mana saja yang disukainya. Tentu, perempuan itu pasti oke-oke saja. Aku pun berpikir, paling mereka cuma berteman.” jawaban polos Cyntia membuat Bram menahan tawa.

“Kok ketawa sih Bram?” wajah sebal Cyntia membuat Bram semakin meledakkan tawanya.

“Ah, tidak, maaf-maaf, benar, aku setuju maksudmu. Ini pertemuan terakhir kita. Ya, apapun yang terjadi bisa sangat tidak terduga. Aku paham jika kamu sendiri tidak mengetahui kedekatan mereka. Mungkin bagimu, Rindu telah berubah 180 derajat. Aku saja yang telat menyadarinya” jelas Bram pada Cyntia. Dengan senyum dan helaan nafas yang tidak kalah panjang dengan Bram, Cyntia pun menimpali penjelasan Bram.

“Aku tidak berharap begitu sebenarnya, Bram. Hanya saja, ya, kamu sudah tahu siapa aku, Rindu dan Angga, mungkin orang-orang itu, teman-teman kita, akan beranggapan akulah yang akan berdiri disana bersama Angga. Tapi aku menjadi sedikit takut saat kenyataan malam ini tidak begitu. Saat aku sadar, aku duduk disini bersamamu.” senyum pahit terlintas dari wajah Cyntia. Memudarkan kosmetik yang telah cantik menghiasi wajahnya. Bram semakin ingin tahu yang sebenarnya terjadi. Kini rasa kelu dan sakit hatinya berganti dengan rasa penasaran yang melingkupi atmosfer dirinya dan Cyntia.

Kaki-kakinya saling mengayun. Bram tahu walau tidak terlihat langsung, Cyntia sedang menimang-nimang untuk menceritakan apa yang dia gelisahkan. Rok gaun prom night-nya yang berwarna biru langit itu berkelebat bukan karena ditiup angin. Kedua tangan Cyntia berpijak pada kursi panjang tempat mereka menyandarkan kegundahan. Rambut yang terikat rapi dengan sengaja diurai begitu saja, lalu kembali menatap teman-teman di depan panggung sampil tersenyum kecut.

Cyntia adalah salah satu dari perempuan cantik di sekolahnya yang berparas jawa-padang. Kesehariannya memakai kacamata hitam yang agak besar. Menutupi sebagian matanya dan sering sekali memake up wajahnya. Menggunakan pemerah pipi atau sebaliknya, membuat pipinya tampak lebih tirus. Padahal Cyntia cukup langsing jika dibandingkan dirinya yang dulu saat pertama kali masuk SMA. Sejak dirinya lebih dekat dengan Angga, tepatnya saat kelas 2 SMA, Cyntia begitu gigih menolak semua tawaran laki-laki di sekolahnya yang berani unjuk gigi untuk menyatakan cinta. Banyak laki-laki menganggap Cyntia terlalu sulit dijangkau. Cantik, aktif dalam organisasi, dan dekat dengan Angga.

Mungkin Cyntia telah salah menangkap gelagat sikap dari Angga. Dia memang populer, Angga pun demikian, banyak teman yang sudah menduga bahwa mereka berdua akan berpacaran kelak. Angga dan Cyntia sama-sama ikut dalam OSIS di sekolahnya. Aktif di organisasi yang membuat mereka terus bersama-sama. Walau demikian, setidaknya dia juga tahu, jika Angga orang yang ramah, supel, mudah sekali bergaul. Tidak hanya dekat dengan teman-teman perempuan di OSIS, tapi juga di kelas, bahkan di seluruh sekolah. Angga pernah dicap playboy lantaran sering sekali dekat dengan banyak perempuan namun tidak jelas berpacaran dengan siapa. Sudah banyak yang dibuatnya menangis, karena ditolak cintanya. Hanya Cyntia yang mencintainya diam-diam.

Bram begitu seksama mendengar cerita panjang lebar dari Cyntia. Jujur dirinya kagum dengan Cyntia, gadis sepopuler dirinya tidaklah sulit untuk mendapatkan cinta yang dia mau. Hanya saja, bagi Bram, cinta yang tak terbalas bukanlah cinta. Dirinya sangat yakin cinta harus tegas dalam memberi jawaban. Apakah saling mencintai atau tidak, harus tegas didapati. Jawaban itulah yang kini ingin didapati oleh Bram dari sang pujaan hati, Rindu.

“Bagaimana denganmu Bram? Mendengar ceritaku, setidaknya gantian dong kamu juga cerita. Sudah 3 tahunan loh, walau tidak teman dekat, cerita juga dong soal cintamu. Kan hari terakhir kita bisa ngumpul kayak gini.” Cyntia senyum-senyum tidak jelas. Sepertinya sudah yakin dirinya kalah perang. Tidak segan-segan menceritakan hal pribadinya pada orang lain. Karena dia yakin sosok yang dicintainya tidak akan menanggapi dengan yang diinginkannya. Bram tersenyum menyerah.

“Sama denganmu, aku sudah lama mencintai Rindu.” singkat, padat, dan datar.

Cyntia cukup lama menatap Bram dengan membelalakkan matanya. Tidak banyak yang mengenal Rindu. Gadis cerdas itu cukup pendiam. Walau begitu, Rindu gadis yang berprestasi. Banyak yang mengira jika Rindu pantang berpacaran. Hanya Cyntia yang tahu, Rindu pernah berpacaran sekali. Putus pun karena Rindu mengetahui, sang pacar dulu mendekatinya hanya karena ingin bisa terus belajar bersama. Tapi kini Bram yang mengatakan itu? Dirinya masih bertanya-tanya.

“Jadi, selama ini, kalian berteman, nyatanya kamu menaruh rasa sama Rindu? Wah banget kamu Bram. Rindu bukannya sudah dekat dengan Angga seminggu yang lalu, tapi kamu juga pasti tahu kan sebelum itu mereka juga beberapa kali belajar bareng di sekolah saat jam istirahat.” Cyntia ingin menggali lebih dalam tentang pernyataan Bram itu.

“Ya, aku tahu, untuk itulah aku prepare malam ini sebaik mungkin. Nyatanya, aku terlambat datang. Yah, gara-gara antri di toko bunga itu. Aku jadi terlambat menemui Rindu disini. Keduluan sama Angga. Aku tidak ingin cari ribut, makanya aku masih berpikir ulang harus bagaimana selanjutnya.”

“Bunga? Mana bunga? Ternyata kamu bawa sesuatu tadi untuk Rindu?” kejar Cyntia lagi.

“Sudah ku buang, aku sempat kaget hebat di depan gerbang tadi. Aku melihat senyum bahagia Rindu dari kejauhan malam ini bersama Angga. Aku tak ingin merusak suasana seperti yang ku bilang barusan kan.”

Cyntia memandang Bram dari ujung rambut hingga kaki. Tidak mengherankan Bram prepare sejauh ini. Tidak banyak laki-laki yang mau keluar uang banyak sekedar membeli jas hitam baru yang fit dengan tubuhnya. Paling banyak meminjam dari jas hitam kakaknya atau ayahnya, atau bahkan menyewanya.

“Aku sudah kenal Rindu sejak lama, sejak SMP kita sudah bersama-sama. Tidak jarang kan kalau aku sering juga bareng ke sekolah. Pulang juga demikian. Sudah sejak dulu juga aku menaruh rasa padanya.”

“Kenapa tidak mencari perempuan lain Bram? Banyak teman-teman kita yang cantik loh di sekolah ini. Termasuk aku.” Cyntia menjulurkan lidahnya dan meringis. Bram merasa muak mendengar hal itu.

“Kamu ini, aku tidak sepopuler Angga. Aku juga tidak sebrengsek laki-laki lain. Soal cinta, aku lebih sulit untuk jatuh hati. Tidak sembarangan.”

“Lalu rencanamu malam ini menyatakan cinta pada pada Rindu?” udara tiba-tiba membeku. Ada hening lama diantara mereka. Jeda waktu di jam tangan Bram serasa berhenti. Bram berhati-hati menjawab pertanyaan penting dari Cyntia.

“Ya, begitulah.”

Kemudian hening kembali. Soft Drink yang sudah tidak dingin lagi, jus jeruk yang sudah encer. Sudah hampir 2 jam sejak acara perpisahan ini dimulai, Cyntia dan Bram duduk bersama. Tanpa teman lain yang menemani. Ya, tidak mengherankan jika melihat dua orang duduk bersama akan dianggap sedang menyatakan cinta. Setidaknya sedang serius dalam mengobrol. Yang lain hanya menyapa seadanya dan berlalu. Apalagi wajah Bram tampak serius dari awal.

Malam semakin barakhir. Beranjak pergi menjemput pagi. Walau belum benar-benar pagi. Beberapa orang siswa telah beranjak pulang, mereka yang tidak memiliki pasangan atau memang tidak ingin ada di sana hingga usai. Dansa adalah acara puncak yang diiringi lagu blues. Bram perlahan beranjak, berdiri lalu ingin berlalu meninggalkan Cyntia. Secepat mungkin Cyntia meraih jemari bram. Ada bulir di sudut matanya, beberapa telah jatuh merusak keindahan make up yang telah mempercantik parasnya. Bram hanya merasa bingung sesaat dan menjelaskan dengan cepat.

“Aku mau ambil soft drink lagi. Nanti kesini lagi kok.” ungkap Bram dengan datar. Tak perduli melihat Cyntia yang telah basah pipinya.

“Ku mohon jangan. Tetaplah disini.” Cyntia menggenggam jemari Bram lebih erat.
Bram menghentikan langkahnya, emosinya meluap seketika, wajahnya memerah, nafasnya pun memburu.

“Maksudmu!? Aku cuma ingin mengambil soft drink lagi!” bentak Bram yang akhirnya banyak mata memandang ke arahnya. Bram menjadi kikuk.

“Aku tahu kamu ingin mengungkapkannya pada Rindu sekarang, aku mohon jangan.” pinta Cyntia yang mengagetkan Bram. Dirinya tidak bisa menyembunyikan ambisinya dari Cyntia. Begitu mudahkah Cyntia melihatnya? Rencana yang disusunnya harus gagal kali ini?

Bram duduk kembali di sebelah Cyntia. Tangannya yang telah lepas dari genggaman Cyntia kini beradu sendiri. Bingung dan emosi kemarahan bercampur aduk tak menentu. Bram berusaha mengontrol nada suaranya.

“Maksudmu apa Cyntia? Jangan menuduhku dengan hal-hal seperti itu. Aku tidak sebodoh itu tentunya.”

“Ya, tapi aku sangat tahu dirimu ingin mengatakannya pada Rindu, tapi lihatlah mereka, aku memohon padamu, jangan katakan itu sekarang. Jangan rusak malam indah mereka sekarang.”
Pandangan Bram ke arah Rindu dan Angga yang sedang berdansa. Semakin sesak di dada. Bram masih bersikukuh ingin mengungkapkan cintanya pada Rindu. Tapi dirinya telah salah dari awal. Bram kini memikirkan Cyntia, yang bisa saja bertindak bodoh untuk mencegah maksudnya.

“Aku juga punya hak Cyntia. Aku punya hak untuk tahu semuanya.” sambil menatap Cyntia yang belum juga berhenti terisak.

“Ya, aku tahu itu, aku juga ingin tahu. Tapi tidak malam ini Bram. Aku telah kalah, begitu juga dirimu. Biarlah kekalahan ini redup bersama malam. Biarlah malam ini terjadi apa adanya.” ucapan Cyntia dengan sesegukan tangisan yang mulai mereda. Dia ingin Bram mengerti maksudnya.

“Dinginkan kepalamu Bram, biarlah kita pulang dengan penyesalan ini. Esok masih ada waktu untukmu mencari tahu. Tapi tidak malam ini.”

Bram hanya diam. Ribuan alasan dan logika yang terhenti di ujung bibirnya. Pikirannya tidak ingin mengalah pada permintaan Cyntia. Tapi tidak bisa. Ya, dia tidak bisa menolak kebenaran yang diungkapkan Cyntia. Dia benar-benar ingin mengungkapkan cinta. Namun, mungkin malam ini bukan itu yang dibutuhkannya. Bram mencoba menenangkan dirinya. Mengusir emosinya. Menarik nafas panjang berkali-kali.

“Berhentilah menangis sekarang. Jika kau ingin aku tidak menuju ke arah mereka dan merusak
malam ini. Itu permintaanku.”

Dan Cyntia kembali tersenyum menatap Bram. Hingga malam perpisahan usai. Hingga akhirnya cinta tetap ada tersimpat rapat di dalam hati mereka masing-masing.

Fin.


Cerpen ini saya buat sendiri dengan prinsip cerpen 3 kata kunci. Awalannya tidak standar bukan. Walau tentu masih jauh dari kata bagus. Membangun cerita fiksi bagi saya yang sulit adalah cara untuk mempertahankan alur cerita agar padat serta tidak mengabaikan intrik yang ada serta tidak mengabaikan juga posisi tokoh yang telah diceritakan. Semoga menghibur ya.

Artikel Keren Lainnya:

0 Response to "Cerpen Cinta Remaja: Tersimpan Dalam Hati Saja"

Posting Komentar